TheStory of Golog Stone bahasa Inggris Indonesia | Cerita Inggris Indonesia. Caritra — Batu Golog (Golog Stone) A story from West Nusa… Mother - Ibunda: 066. Golog Stone - Batu Golog - Nusa Tenggara Barat. The Story of Inaq Tegining and Amaq Teganang From Lombok | PDF. Cerita Rakyat dari Nusa Tenggara Barat : Batu Golog
PenyesaIan Inaq Lembain pada jaman dahulu kala menjadi latar belakang Cerita Rakyat dari Nusa Tenggara Barat Batu Golog. Sama seperti Cerita Rakyat Nusa Tenggara Barat Kisah Sari Bulan maka legenda Batu Golog menjadi latar belakang asal muasal tiga daerah yang ada di Nusa Tenggara Barat. Jika teman-teman berasal dari NTB tentunya tidak asing dengan Desa Gembong, Dasan Batu dan Montong Teker, Legenda Batu Dolog menjadi dasar penamaan ketiga daerah tersebut. Yuk sama-sama kita ikuti kisah rakyat Nusa Tenggara Barat ini sampai selesai. Amaq Lembain dan Inaq Lembain adalah sepasang suami-istri yang sangat miskin. Mereka dikaruniai dua anak yang masih kecil. Keluarga itu tinggal di Padamara, Nusa Tenggara Barat. Mereka tak punya sawah untuk digarap, tak ada kebun untuk ditanami, juga tak memiliki hewan ternak. Saking miskinnya, terkadang mereka tidak makan seharian. Setiap hari pasangan itu berjalan kaki berkeliling desa, mencari orang yang membutuhkan bantuan mereka. Cerita Rakyat dari Nusa Tenggara Barat Suatu hari, seperti biasa Amaq Lembain dan Inaq Lembain pergi mencari pekerjaan beserta kedua anaknya. Setelah seharian berkeliling, akhirnya Amaq Lembain mendapatkan pekerjaan. Ia diminta membetulkan pintu rumah yang rusak. Tinggallah Inaq Lembain yang terus mencari pekerjaan. Sambil menggandeng kedua anaknya, ia mendatangi tiap rumah. “Permisi Bu, apakah ada yang bisa saga bantu?” tanya Inaq Lembain pada seorang wanita yang sedang menampi beras. Di rumah ibu itu, tampak beberapa wanita sedang menumbuk padi. Ibu itu memandang sekilas pada Inaq Lembain, “Aku tidak membutuhkan bantuanmu. Sudah banyak yang membantuku,” jawabnya. “Tolonglah Bu, kedua anak saya butuh makan. Ibu tak perlu membayar dengan uang, cukup dengan beras saja. Asal anak saya bisa makan, saya sudah senang,” kata Inaq Lembain memohon. Ibu itu merasa iba. Ia akhirnya memberi Inaq Lembain pekerjaan, yaitu menumbuk padi. Inaq Lembain berpesan pada kedua anaknya, “Jangan ganggu Ibu ya. Ibu harus bekerja. Kalian duduk saja di sini.” Anak-anaknya ia dudukkan di atas batu ceper, tak jauh dari tempatnya. Batu ceper itu biasa disebut batu golog. Inaq Lembain mulai bekerja. Ia bekerja dengan sungguh-sungguh, ia tak ingin mengecewakan ibu yang telah memberinya pekerjaan tersebut. Saat sedang sibuk menumbuk padi, terdengar suara kedua anaknya, “Ibu… Ibu… Iihatlah kami,” panggil mereka. Kedua anak itu memanggil ibunya karena merasa ada keanehan pada batu yang mereka duduki. Batu itu bergerak naik, semakin lama semakin tinggi. “Sssttt… diamlah, jangan ganggu Ibu!”sahut Inaq Lembain sambil terus menumbuk. Ia tak menoleh sedikit pun pada anak-anaknya. Batu itu bergerak semakin tinggi. Kedua anak itu sangat panik dan ketakutan. Mereka serentak berteriak lagi, “Ibu… Ibu… batu ini bergerak naik. Kami takut Bu….” Inaq Lembain tetap tak peduli. Ia pikir anak-anaknya hanya mencari perhatiannga saja. Ia terus melanjutkan pekerjaannya. Cerita Rakyat dari Nusa Tenggara Barat Batu Golog “Ibu… Ibu… tolong… kami ada di atas Bu,” teriak anak-anak itu lagi. Kedua anak itu terus berteriak-teriak, namun Inaq Lembain tetap tak peduli. Lama-kelamaan, suara anak-anaknya itu semakin pelan dan menjauh. Inaq Lembain tak lagi mendengar teriakan anak-anaknya. “Baguslah, mereka pasti kecapekan. Tidurlah yang nyenyak ta, Nak. Ibu harus mengelesaikan pekerjaan ini,” gumamnya dalam hati. Inaq Lembain tak mengadari, batu golog telah membawa kedua anaknya ke atas, nyaris menyentuh awan. Setelah Inaq Lembain menyelesaikan pekerjaannya, ia lalu mencari anak- anaknya. Alangkah paniknya ia ketika melihat batu yang diduduki kedua anaknya sudah menjulang ke langit. Ujung batu itu sudah tak tampak, bahkan anak-anaknya pun tak kelihatan lagi. Inaq Lembain menangis kebingungan. Ia memohon pada Tuhan untuk menyelamatkan anak-anaknya. Dengan bantuan Tuhan, selendang yang dikenakan Inaq, Lembain mampu memenggal batu golog itu. Dengan sekali tebas, batu golog itu pecah menjadi tiga. Namun sayang, meski batu itu sudah pecah, kedua anak Inaq Lembain telah berubah menjadi dua ekor burung. Si sulung berubah menjadi burung kekuwo, sedangkan si bungsu berubah menjadi burung kelik. Inaq Lembain sangat menyesal, kini kedua anaknya berubah menjadi burung. Meski demikian, ia membawa pulang kedua burung itu dan merawatnya. Konon kabarnya, ketiga bagian batu golog yang terbelah itu terlempar ke tiga daerah. Lemparan batu golog yang pertama menyebabkan getaran yang sangat dahsyat di Desa Gembong. Bagian kedua batu golog itu terlempar dan jatuh di Dasan Batu. Nama ini diberikan karena ada orang yang menyaksikan saat batu itu jatuh. Batu yang terakhir, terlempar ke daerah yang kemudian dinamakan Montong Teker. Nama ini diberikan karena bagian terakhir batu golog ini menimbulkan suara gemuruh saat mendarat. Pesan moral dari Cerita Rakyat dari Nusa Tenggara Barat Batu Golog untukmu adalah Janganlah menunda-nunda suatu pekerjaan. Jika ada orang yang meminta pertolongan, segeralah menolongnya sebelum terlambat.Showingposts sorted by relevance for query cerita rakyat lombok menggunakan bahasa sasak. Sort by date Show all posts. Showing posts sorted by relevance for query cerita rakyat lombok menggunakan bahasa sasak. Pada suatu hari, Aji Saka meminta izin kepada ayahnya untuk pergi mengembara bersama Dora. Sementara, Sembada ditugaskan untuk
PenyesaIanInaq Lembain pada jaman dahulu kala menjadi latar belakang Cerita Rakyat dari Nusa Tenggara Barat : Batu Golog. Sama seperti Cerita Rakyat Nusa Tenggara Barat: Kisah Sari Bulan maka legenda Batu Golog menjadi latar belakang asal muasal tiga daerah yang ada di Nusa Tenggara Barat.Jika teman-teman berasal dari NTB tentunya tidak asing dengan Desa Gembong, Dasan Batu dan Montong TekerIni adalah salah satu cerita rakyat Provinsi Nusa Tenggara Barat yaitu legenda “Batu Golog” yang dikisahkan secara turun temurun. Sering pula dilantunkan sebagai sebuah dongeng untuk pengantar tidur anak-anak. Alkisah, dahulu pada suatu masa hiduplah sebuah keluarga miskin di daerah Padamara dekat Sungai Sawing. Walau hidup miskin, tapi mereka tetap bekerja tanpa kenal lelah. Keluarga ini terdiri atas suami yang bernama Amaq Lembain dan sang istri bernama Inaq Lembain. Mereka memiliki 2 orang anak. Mata pencaharian mereka adalah buruh tani. Karena hanya buruh tani, maka etiap hari mereka berjalan kedesa desa menawarkan tenaganya untuk menumbuk padi. Kalau Inaq Lembain menumbuk padi maka kedua anaknya juga pergi ikut. Pada suatu hari, sang ibu sedang asyik menumbuk padi. Kemudian kedua anaknya diletakkan diatas sebuah batu ceper didekat tempat ia bekerja. Sang anak hanya melihat dengan penuh kesabaran. Tiba-tiba ada hal yang aneh terjadi, waktu Inaq mulai menumbuk, batu tempat kedua anaknya duduk tadi makin lama makin tinggi karena naik. Karena merasa posisinya terus tinggi dan naik, maka anaknya yang sulung mulai memanggil ibunya “Ibu batu ini makin tinggi.” Tapi sayang, Inaq Lembain terus saja sibuk bekerja. Lalu sang ibu menjawab “Anakku tunggulah sebentar, Ibu baru saja menumbuk” Hal tersebut terjadi berulang kali. Batu ceper tempat duduk anaknya itu makin lama makin meninggi hingga melebihi pohon kelapa. Melihat kondisi yang sangat aneh dan posisi yang makin tinggi, lalu kedua anak itu kemudian menjadi takut dan berteriak dengan sekeras-kerasnya. Tapi sayang, Inaq Lembain masih tetap sibuk menumbuk dan menampi beras. Suara anak-anak itu makin lama makin sayup. Akhirnya suara itu sudah tidak terdengar lagi. Kemudian Batu Goloq itu makin lama makin tinggi. Hingga membawa kedua anak itu mencapai awan. Akhirnya kedua anak menangis sekeras-kerasnya. Baru saat itu Inaq Lembain tersadar, bahwa kedua anaknya sudah tidak ada. Mereka dibawa naik oleh Batu Goloq. Akhirnya Inaq Lembaian merasa menyesal, dia pun menangis tersedu-sedu. Ia kemudian berdoa agar dapat mengambil anaknya. Dia berdoa dengan penuh harap. Kemudian doa si ibu dijawab. Dia lalu diberi kekuatan gaib. Inaq Lembaian mendapat petunjuk bahwa dia harus menggunakan sabuknya. Dia pun kemudian mengikuti perintah tersebut, akhirnya dia mengambil sabuknya dan mulai menebas Batu Goloq tadi. Kemudian, ada hal aneh terjadi, sesaat setelah Inaq Lembaian menebaskan sabuknya pada batu Golog, lalu batu tersebut terpenggal menjadi tiga bagian. Lalu bagian pertama jatuh di suatu tempat yang kemudian diberi nama Desa Gembong oleh karena menyebabkan tanah di sana bergetar. Sementara itu bagian ke dua jatuh di tempat yang diberi nama Dasan Batu oleh karena ada orang yang menyaksikan jatuhnya penggalan batu ini. Sedangkan potongan ketiga atau terakhir jatuh di suatu tempat yang menimbulkan suara gemuruh. Sehingga tempat itu diberi nama Montong Teker. Ada hal ajaib lain yang terjadi. Kedua orang anak Inaq Lembaian ternyata tidak jatuh ke bumi. Tapi mereka telah berubah menjadi dua ekor burung. Anak sulung berubah menjadi burung Kekuwo. Sedangkan anak kedua atau adiknya kemudian berubah menjadi burung Kelik. Kedua burung ini lalu terbang dengan mengepakkan sayapnya. Mereka pergi kesana kemari. Mereka sekarang hidup sebagai burung, bukan manusia lagi. Tapi ada satu hal yang berbeda dibandingkan dengan burung pada umumnya, ternyata kedua burung tersebut tidak bisa mengerami telurnya, karena kedua burung ini berasal dari manusia. Originally posted 2013-11-22 130527. Republished by Blog Post Promoter
22/05/2019Pada suatu masa, di daerah Padamara, dekat Sungai Sawing, Nusa Tenggara Barat, hidup sepasang suami istri yang sangat miskin. Sang istri bernama Inaq Lembain, sedangkan suaminya bernama Amaq Lembain. Setiap hari mereka pergi ke rumah-rumah penduduk yang juga bekerja sebagai petani untuk mencari pekerjaan. Bahkan suami istri tersebut harus pergi dari satu desa ke desa lainnya sambil membawa kedua anak mereka. Ketika mereka tiba di sebuah rumah penduduk yang tampak sibuk menumbuk padi, Inaq Lembain menghampirinya. “Maaf Bu, adakah pekerjaan untuk saya? Saya bisa membantu ibu menumbuk padi,” tanya Inaq Lembain. “Sebenarnya kami tidak memerlukan tenaga tambahan,” ucap ibu pemilik rumah. “Tolonglah saya. Berilah saya pekerjaan agar anak saya bisa makan hari ini,” ucap Inaq Lembain memelas. Karena iba melihat Inaq Lembain, ibu pemilik padi itu memberinya pekerjaan. Inaq Lembain disuruhnya membantu menumbuk padi. Ketika menumbuk padi, kedua anak Inaq Lembain diletakkan di sebuah batu ceper yang tidak jauh dari tempatnya menumbuk padi. Batu itu bernama batu golog. “Tunggu di sini, Nak. Ibu akan bekerja. Kalian jangan nakal ya,” pesan Inaq Lembain kepada kedua anaknya. Kemudian, Inaq Lembain bekerja menumbuk padi. Tidak berapa lama, kedua anak Inaq Lembain berteriak-teriak memanggilnya. “Ibu…ibu…!” teriak kedua anak Inaq Lembain. Ternyata keanehan terjadi pada batu yang diduduki oleh kedua anak Inaq Lembain. Batu itu bergerak naik dan makin tinggi. “Tunggulah kalian di situ sebentar! Ibu sedang bekerja,” ucap Inaq Lembain tanpa menggubris teriakan kedua anaknya. Kedua anak itu pun kembali berteriak, ”Ibu…, batu ini semakin lama semakin tinggi,” teriak anaknya. Karena dipikirnya sang anak sedang bercanda saja atau merengek meminta sesuatu, Inaq Lembain tidak menanggapinya. Batu itu pun semakin lama semakin tinggi tanpa disadarinya. Tingginya sudah melebihi pohon kelapa, sang anak pun berteriak-teriak semakin keras. “Ibu…ibu…tolong!” teriak anaknya sekali lagi. “Tunggu, ibu sedang bekerja,” ucap Inaq Lembain. Akhirnya, teriakan anak-anaknya terdengar makin sayup. Inaq Lembain tetap tidak menggubris teriakan anaknya. Karena semakin lama, suara mereka makin tak terdengar, ia berpikir bahwa sang anak tentulah sudah lelap tertidur. Ia sama sekali tak menyadari kalau batu golog yang semakin tinggi itu kini telah sampai menembus awan. Ketika ia melihat ke arah anaknya ditinggalkan tadi, ia tak menemukan mereka lagi. Betapa terkejutnya ia ketika menyadari bahwa anak-anaknya telah terbawa batu golog di ketinggian hingga hampir tak terlihat lagi. Inaq Lembain sangat bingung untuk menyelamatkan kedua anaknya. Ia menangis dan memohon kepada Dewata untuk bisa mengambil anaknya yang dibawa naik batu golog hingga sampai ke atas awan. Doa Inaq Lembain pun terkabul. Ia diberi kekuatan gaib oleh Dewata. Dengan sabuknya ia bisa memenggal batu golog dengan hanya sekali tebasan saja. Batu golog itu terpenggal menjadi tiga bagian. Bagian-bagian batu golog yang terpenggal itu terlempar sangat jauh. Bagian pertama jatuh di suatu tempat yang menyebabkan tanah bergetar. Tempat jatuhnya batu itu menjadi sebuah desa yang kemudian berubah nama menjadi sebuah desa yang kemudian diberi nama Desa Gembong. Bagian kedua batu golog jatuh di suatu tempat yang kemudian tempat itu diberi nama Dasan Batu. Nama ini diberikan karena ada seseorang yang melihat batu tersebut jatuh. Sedangkan, bagian ketiga batu golog jatuh di suatu tempat yang kemudian diberi nama Montong Teker. Nama ini diberikan karena bagian terakhir dari batu golog yang terjatuh ini menimbulkan suara gemuruh. Meskipun batu golog sudah terpecah menjadi tiga bagian, Inaq Lembain tetap tidak bisa mendapatkan anaknya lagi. Anak-anaknya tidak jatuh ke bumi, tapi berubah menjadi dua ekor burung. Sang kakak telah berubah menjadi burung Kekuwo, sedangkan sang adik telah berubah menjadi burung Kelik. Karena kedua burung tersebut berasal dari manusia, maka keduanya tidak bisa mengerami telurnya sendiri. Inaq Lembain begitu menyesal karena terlalu sibuk bekerja dan tidak memperhatikan teriakan anak-anaknya. Pesan moral Setiap orang tua hendaknya merawat, mendidik dan menyayangi anak-anaknya dengan sebaik-baiknya. Kesibukan bekerja bukanlah suatu alasan untuk mengabaikan anak-anak yang menjadi tanggungjawabnya. Masa depan anak-anak tergantung peran orang tua membimbing mereka. Penyesalan selalu datang kemudian, pada orang tua yang lebih mengutamakan pekerjaan dibanding kepentingan keluarganya.
5qtzyG. 168 183 490 451 249 471 89 78 390